Aku batu bila kau kira memang itu kerasnya nasib
Lalu batu-batu segera kujadikan tumpukan koral
Hingga bukit batu runtuh bongkah demi bongkah
Dan berakhir di tanganku yang ggemetar pun lemah
Tak kenal takut selain kuhantam tiap batu
Hari demi hari, dari selepas subuh hingga petang hari
Tak perlu ada senyum terlebih tawa selain tegas
Tekan kuat di telapak tangan, lalu cepat palu empaskan
Dari rumah reyot pojok desa kususuri sempit setapak
Jalan mendaki terjal kugapai dengan kaki satu
Embun kuyup, kabut mengendap, udara menggigilkan
Aku terseok menemui batu-batu, menyayangi dengan palu
Bila kau kira aku tak sekeras batu, akulah si pemecah itu
Maka dermakan seucap doa sehat dan waras untukku
Agar batu-batu tak membalas kelak karena kekejamanku
Aku menghormatinya lebih dari sekadar cerita pilu
Rumah mewah dan jalan mulus itu dari batu-batuku
Berpuluh tahun, tetes keringat dan cucuran darahku
Hanya dapat kupandangi dari jauh dengan saparuh rasa
Gunung batu telah menjelma belantara kota
Dan kelak bila batu-batu rindu pada lembutnya lenganku
Maka kusisakan sebongkah yang tak retak dengan palu
Letakkan saja ia pada gundukan tanah yang menandaiku
Agar ia mampu bercerita siapa dan mengapa harus aku!
Oleh: Sugiyanto Hadi Prayitno
Sumber gambar: di sini
*Kompasiana
Lalu batu-batu segera kujadikan tumpukan koral
Hingga bukit batu runtuh bongkah demi bongkah
Dan berakhir di tanganku yang ggemetar pun lemah
Tak kenal takut selain kuhantam tiap batu
Hari demi hari, dari selepas subuh hingga petang hari
Tak perlu ada senyum terlebih tawa selain tegas
Tekan kuat di telapak tangan, lalu cepat palu empaskan
Dari rumah reyot pojok desa kususuri sempit setapak
Jalan mendaki terjal kugapai dengan kaki satu
Embun kuyup, kabut mengendap, udara menggigilkan
Aku terseok menemui batu-batu, menyayangi dengan palu
Bila kau kira aku tak sekeras batu, akulah si pemecah itu
Maka dermakan seucap doa sehat dan waras untukku
Agar batu-batu tak membalas kelak karena kekejamanku
Aku menghormatinya lebih dari sekadar cerita pilu
Rumah mewah dan jalan mulus itu dari batu-batuku
Berpuluh tahun, tetes keringat dan cucuran darahku
Hanya dapat kupandangi dari jauh dengan saparuh rasa
Gunung batu telah menjelma belantara kota
Dan kelak bila batu-batu rindu pada lembutnya lenganku
Maka kusisakan sebongkah yang tak retak dengan palu
Letakkan saja ia pada gundukan tanah yang menandaiku
Agar ia mampu bercerita siapa dan mengapa harus aku!
Oleh: Sugiyanto Hadi Prayitno
Sumber gambar: di sini
*Kompasiana